Senin, 04 Mei 2015

Paulus dan Barnabas

Ketika Saulus baru bertobat, ia ingin bergabung dengan para pengikut Kristus di Yerusalem. Tetapi mereka takut kepadanya, tidak percaya kalau Saulus sudah menjadi murid Kristus. Barnabas dengan berani menerima Saulus dan membawanya ke para rasul (Kisah Para Rasul 9:26-27).

Santo Lukas, penulis Kisah Para Rasul, mengatakan Barnabas orang baik, penuh Roh Kudus dan iman (lihat Kisah Para Rasul 11:24). Barnabas membawa Paulus ke Antiokhia, di sini murid-murid Yesus pertama kali disebut Kristen (lihat Kisah Para Rasul 11:25-26).

Selanjutnya duet Paulus dan Barnabas menjadi pewarta Injil ulung kepada bangsa-bangsa lain. Sampai suatu kali, Barnabas ingin menyertakan Yohanes atau dikenal dengan nama Markus, sepupunya, dalam perjalanan ke kota-kota yang pernah mereka berdua kunjungi. Paulus menolaknya.

Terjadi perselisihan tajam antara kedua sahabat pewarta ini (lihat Kisah Para Rasul 15:36-41). Barnabas tetap mengajak Markus ke Siprus, sedangkan Paulus membawa Silas ke Siria dan Kilikia. Tak diketahui bagaimana kelanjutan persahabatan di antara mereka. Sepertinya perselisihan tajam itu tidak berbuntut panjang. Paulus menulis dalam suratnya kepada orang-orang di Galatia, setelah 14 tahun, ia pergi ke Yerusalem dengan Barnabas dan Titus (lihat Galatia 2:1).

***

Jangan pernah mengompromikan nilai-nilai yang kita yakini kebenarannya. Agaknya prinsip ini yang dipegang Paulus dalam mewartakan Injil Kristus. Bahkan ia tak mau berkompromi dengan Barnabas yang pertama kali menerimanya dengan tulus dan terbuka. 

Bagi Paulus, apa yang dianggap tidak benar perlu dijauhi. Dalam surat kepada orang-orang di Galatia, Paulus mengisahkan tentang kemunafikan Petrus di depan golongan yang bersunat dan tidak bersunat. Menurut Paulus, dalam peristiwa itu, Markus - saudara Barnabas - juga ikut terseret dalam kemunafikan (lihat Galatia 2:11-14).

Ketika sahabat atau orang yang dekat dengan kita tidak lagi berjalan dalam prinsip-prinsip yang kita yakini kebenarannya, apakah kita berani berterus terang kepada orang itu, mencari titik temu tanpa mengompromikan nilai-nilai kita?

Pada saat kita memutuskan untuk memilih jalan yang lain, yang berbeda dengan sahabat atau orang yang dekat dengan kita; apakah kita tetap teguh menjalaninya tanpa merasa tidak enak dan bersalah kepada orang itu?

Merenungkan relasi antara Paulus dan Barnabas, ternyata Yesus pun bisa memakai ketidaksepahaman antara dua sahabat untuk lebih meluaskan pewartaan Injil. Perpisahan Paulus dengan Barnabas memungkinkan Injil Kristus tersebar lebih luas di beberapa wilayah berbeda, ketimbang mereka berjalan bersama ke satu wilayah.

Selalu ada sisi positif dalam setiap peristiwa, meskipun di mata manusia yang tampak adalah sisi negatifnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar