Suatu kali muncul keraguan. Ada suara dalam diriku yang mengatakan, sebenarnya sakit yang kuderita hanyalah sakit biasa. Banyak orang mengalaminya. Aku saja yang merasa di atas angin, menganggap itu sebagai sarana pemurnian jiwa.
Sebagian diriku membenarkannya. Hah, memang aku ge-er (gede rasa). Sebenarnya Tuhan tak memanggilku secara khusus. Aku seorang yang berdosa, hanya salah satu dari sekian miliar makhluk ciptaanNya yang berada dalam peziarahan di dunia. Dan selama dua hari setelahnya, penyakitku kambuh. Ah, mengapa aku meragukanMu?
Kau lalu mengatakan, bisakah aku mengeluarkan setitik kotoran dalam hidung yang telah beberapa hari menempel di bagian dalam cuping hidungku? Kotoran kecil itu sangat mengganggu. Telah berulang kali aku berusaha membersihkannya, tetapi segala upayaku sia-sia.
Aku sadar. Untuk hal sangat kecil saja yang berkaitan dengan tubuhku, aku tak berdaya. Apalagi menyangkut organ-organ tubuh vital lainnya. Ya, Tuhanku, Engkau yang berkuasa atas segalanya. Kau benar. Aku memang tak bisa berbuat apa-apa, kalau Kau tidak menghendakinya. Aku menyerah. Setelah mengatakan itu, aku berusaha mengeluarkan kotoran itu untuk kesekian kali, dan... berhasil.
Bukan tanpa maksud Engkau "menghajarku." Kau melakukannya pada kurun waktu yang penting dalam lingkaran tahun liturgis. Penyakit itu pertama kali menghentakku pada Minggu ke-1 Adven. Aku melewati masa Adven dengan penuh penantian dan pengharapan akan kelahiran baru di malam Natal - perayaan kelahiranMu.
Selang beberapa waktu, tibalah masa Prapaskah. Aku memasuki padang gurun bersamaMu selama 47 hari. Di masa inilah aku benar-benar mengalami jatuh-bangun. Terseok-seok langkahku mengikutiMu. Imanku memudar, tertutup awan kekhawatiran. Dalam belenggu ketakutan aku mendekati alam kematian, mengharapkan Paskah.
Melalui kebangkitanMu, Kau menyelamatkanku dari kubangan dosa dan tarikan maut. Lalu, 40 hari berikutnya kulalui dalam kekosongan. Antara ada dan tiada. Terkadang Kau hadir, kali lain Kau menghilang, sampai Kau kembali ke Surga.
Aku kemudian menanti pencurahan Roh Kudus seperti yang Kau janjikan dalam amanat perpisahanMu, sebelum Kau disalibkan. Daya Roh Kudus begitu mengagumkan, menyegarkan jiwaku yang layu. Dalam bimbinganNya aku akan terus mengiringi langkahMu.
Bukan tanpa maksud kau menempaku mulai Adven hingga Pentakosta - seluruh rangkaian peristiwa penting dalam kehidupanMu di dunia ada pada kurun waktu itu. Enam bulan yang mengesankan - menyatukan kita, memberi makna baru tentang hidup dan mati, serta memantapkan keyakinanku untuk tetap berjalan bersamaMu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar