Minggu, 17 Agustus 2025

Nasi Uduk Kemerdekaan

Setiap perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI, kami menyantap nasi uduk. Bertahun-tahun kami melakukannya, atas permintaan almarhum suamiku. Terselip kisah heroik di balik kebiasaan ini.

Ayah suamiku yang tak lain adalah bapak mertuaku, seorang pejuang kemerdekaan di era pendudukan Jepang. Suatu ketika, beliau tertangkap dan dijebloskan ke penjara. Diputuskan, semua 'pemberontak' akan dihukum mati, termasuk bapak mertuaku.

Hukuman mati itu tak pernah terlaksana, lantaran Jepang kalah oleh Amerika Serikat dalam peristiwa Hiroshima dan Nagasaki. Jepang menarik diri dari Indonesia. Para pejuang kemerdekaan dibebaskan.

Bapak mertua meminta keluarganya untuk selalu mengucap syukur atas peristiwa pembebasan itu dengan menyantap nasi uduk pada Peringatan Kemerdekaan RI. Aku tak sempat mengenal bapak mertua, karena beliau telah dipanggil Tuhan, bahkan ketika suamiku masih remaja.

Tradisi menyantap nasi uduk pada perayaan Hari Kemerdekaan RI tetap berlanjut. Setiap tahun, meski suamiku juga telah menghadap Tuhan, kami meneruskan kebiasaan ini.

Bukan sekadar melanjutkan tradisi keluarga, terlebih sebagai ungkapan syukur atas kuasa Tuhan yang telah menganugerahkan kemerdekaan pada waktu yang tepat, kepasrahan pada perlindungan Tuhan dalam situasi yang tidak pasti, dan rasa hormat kepada para pejuang yang berani mengorbankan segalanya untuk kemerdekaan Tanah Air. 

Istirahat damai abadi bagi para pejuang bangsa. 

Dirgahayu Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar