Minggu, 31 Agustus 2025

Asal Berita - Berita Asal

Banyak berita beredar di media sosial. Sekilas, semua berita kelihatan benar, bukan setting-an. Apalagi sekarang orang makin pintar membuat video dengan AI. Wajah, gerakan bibir, dan kata-kata yang diucapkan tampak sungguh-sungguh seperti rekaman asli.

Kita perlu lebih cermat memerhatikan, asal berita yang akan kita baca. Apakah berita itu berasal dari sumber atau pemilik akun yang dapat dipercaya? Hindari  menyimak berita asal, yang kemudian ternyata hoaks dan menyulut emosi.

Pilah berita-berita asli dari berita-berita asal. Jadilah bijak dalam membaca.

Selasa, 26 Agustus 2025

Ketidakberdayaan atas Rahmat Allah

Di hadapan Allah, kita sungguh tak berdaya. Bahkan ketika kita menerima rahmat besar, kita merasa tak layak mendapat kasih Allah yang tercurah kepada kita.

Contohnya ketika Nabi Yesaya mendapat rahmat dengan melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan para malaikat memuji-Nya. Yesaya malah berkata, "Celaka aku! Aku binasa!... mataku telah melihat Sang Raja, Tuhan Semesta Alam." (Yesaya 6:4) 

Yesaya merasa tak layak menerima rahmat penglihatan itu. Ia malah berpikir, dirinya bakal binasa karena telah melihat kebesaran Tuhan.

Demikian pula ketika berada di atas perahu Simon Petrus, Yesus meminta Petrus bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jalanya. Petrus sempat protes, lantaran ia sudah berjuang semalaman mencari ikan, tetapi tidak berhasil.

Ketika Petrus menaati perkataan Yesus kepadanya, ia menebar jala dan memperoleh banyak sekali ikan. "Tuhan, pergilah dariku, karena aku ini seorang berdosa," kata Petrus kepada Yesus. (lihat Lukas 5:4-8)

Petrus mendapat rahmat besar dengan berlimpahnya tangkapan ikan. Tetapi ia malah merasa tidak layak menerima rahmat itu dan meminta Tuhan menjauhinya. 

Tatkala Tuhan melimpahkan rahmat besar kepada kita, bagaimanakah tanggapan kita? Apakah kita bersikap seperti Nabi Yesaya dan Rasul Petrus, yang merasa tidak layak mendapatkan kasih karunia dari Allah?

Jangan sampai ketidakberdayaan kita sedemikian besar, sehingga kita tidak bersyukur atas rahmat Tuhan dalam hidup kita.

Minggu, 17 Agustus 2025

Nasi Uduk Kemerdekaan

Setiap perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI, kami menyantap nasi uduk. Bertahun-tahun kami melakukannya, atas permintaan almarhum suamiku. Terselip kisah heroik di balik kebiasaan ini.

Ayah suamiku yang tak lain adalah bapak mertuaku, seorang pejuang kemerdekaan di era pendudukan Jepang. Suatu ketika, beliau tertangkap dan dijebloskan ke penjara. Diputuskan, semua 'pemberontak' akan dihukum mati, termasuk bapak mertuaku.

Hukuman mati itu tak pernah terlaksana, lantaran Jepang kalah oleh Amerika Serikat dalam peristiwa Hiroshima dan Nagasaki. Jepang menarik diri dari Indonesia. Para pejuang kemerdekaan dibebaskan.

Bapak mertua meminta keluarganya untuk selalu mengucap syukur atas peristiwa pembebasan itu dengan menyantap nasi uduk pada Peringatan Kemerdekaan RI. Aku tak sempat mengenal bapak mertua, karena beliau telah dipanggil Tuhan, bahkan ketika suamiku masih remaja.

Tradisi menyantap nasi uduk pada perayaan Hari Kemerdekaan RI tetap berlanjut. Setiap tahun, meski suamiku juga telah menghadap Tuhan, kami meneruskan kebiasaan ini.

Bukan sekadar melanjutkan tradisi keluarga, terlebih sebagai ungkapan syukur atas kuasa Tuhan yang telah menganugerahkan kemerdekaan pada waktu yang tepat, kepasrahan pada perlindungan Tuhan dalam situasi yang tidak pasti, dan rasa hormat kepada para pejuang yang berani mengorbankan segalanya untuk kemerdekaan Tanah Air. 

Istirahat damai abadi bagi para pejuang bangsa. 

Dirgahayu Republik Indonesia.

Kamis, 07 Agustus 2025

Akibat Ketidaksetiaan

Di Meriba umat Israel protes kepada Musa dan Harun: "Mengapa kamu membawa kami ke tempat celaka ini, tempat bukan untuk menabur, juga tanpa pohon ara, anggur, dan delima, bahkan air minum pun tidak ada?" (Bilangan 20:5)

Musa dan Harun lalu menghadap Tuhan. "Ambillah tongkatmu itu. Engkau dan Harun, saudaramu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya memberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya," firman Tuhan kepada Musa (Bilangan 20:7-8).

Tetapi, ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu, Musa berkata lain dari yang dipesankan Tuhan: "Dengarlah, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" (Bilangan 20:10) Musa lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, keluarlah air banyak sekali.

Cermatilah kalimat-kalimat itu, terutama yang diberi warna biru. Perintah Tuhan kepada Musa tidak dilaksanakan dengan tepat. Mungkin Musa sudah jenuh dan kesal menghadapi kebebalan bangsanya, sehingga ia melontarkan kata-kata yang tidak sesuai dengan perkataan yang ingin Tuhan sampaikan kepada umat-Nya.

Akibat ketidaksetiaan Musa dan Harun terhadap perintah Tuhan, ia tidak diizinkan Tuhan memasuki tanah terjanji Kanaan. Tuhan berfirman kepada Musa: "Sebab kamu berdua telah berlaku tidak setia terhadap Aku di tengah-tengah orang Israel, dekat air Meriba di Kades di Padang Gurun Zin, dan tidak menghormati kekudusan-Ku di tengah-tengah orang Israel." (Ulangan 32:51)

Tuhan menghendaki kita selalu setia sepenuhnya kepada-Nya.