Jumat, 26 Juni 2015

Ketidaktaatan Sarai dan Ketaatan Hagar

Sudah 10 tahun berlalu sejak Abram mengikuti perintah Tuhan untuk tinggal di tanah Kanaan. Tetapi janji Tuhan akan memberinya keturunan belum juga dipenuhi. Di tengah ketidakpastian, Sarai, istri Abram, berinisiatif mengajukan seorang hambanya yang berasal dari Mesir, Hagar, untuk menjadi istri kedua dari Abram (lihat Kejadian 16:1-3).

Apa yang dilakukan Sarai kepada suaminya mirip seperti saat Hawa menyodorkan buah pohon pengetahuan baik dan buruk kepada Adam. Hawa tidak taat kepada perintah Allah, sama seperti Sarai yang bertindak sendiri tanpa mau menunggu Allah bertindak.

Keadaan menjadi runyam, saat Hagar mengandung anak Abram. Hagar memandang rendah Sarai, majikannya. Sarai balik menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkan nyonyanya.

Dalam pelarian, di dekat mata air di padang gurun, Hagar disapa malaikat. Malaikat itu memintanya kembali ke rumah Sarai dan membiarkan dirinya ditindas. Setelah mengalami penindasan, Hagar akan melahirkan seorang anak lelaki dan keturunannya pun akan sangat banyak (lihat Kejadian 16:7-10).

Hagar taat pada apa yang dikatakan malaikat. Ia membiarkan dirinya ditindas Sarai sampai lahir anak lelakinya yang dinamai Ismael. Ketaatan Hagar membuahkan berkah bagi putranya. Tuhan menjadikannya juga bangsa yang besar (lihat Kejadian 17:20).


***

Betapa mudah kita menjadi tidak taat kepada Tuhan, karena kita lebih condong pada kemauan kita sendiri daripada melakukan kehendakNya.

Bahkan sekalipun kita bernubuat, mengusir setan, dan mengadakan banyak mukjizat demi namaNya - pekerjaan-pekerjaan besar itu tak ada artinya jika tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.

Sebaliknya, meskipun kita melakukan pekerjaan remeh yang dalam pandangan orang banyak tak bernilai, tetapi jika hal itulah yang Tuhan ingin kita lakukan, maka Tuhan berkenan akan perbuatan kita.

Selasa, 16 Juni 2015

Tinggi - Rendah - Tinggi

Aku sendiri akan mengambil sebuah carang dari puncak pohon aras yang tinggi dan menanamnya; Aku mematahkannya dari pucuk yang paling ujung dan yang masih muda dan Aku sendiri akan menanamnya di atas sebuah gunung yang menjulang tinggi ke atas; (Yehezkiel 17:22)

Pucuk pohon yang paling ujung adalah bagian tertinggi dari sebatang pohon. Berada di puncak tak berarti kita telah menempati posisi yang mapan dan aman. Sang Pencipta dapat saja mematahkan kita dan memindahkan kita ke atas tanah.

Tentu IA punya maksud tertentu ketika melakukannya, saat kita merasa sakit karena dipatahkan dari tempat kita semula. Kita pun malu karena dari pucuk paling tinggi kini berada begitu rendah - dekat sekali dengan tanah. Tak dipungkiri, kita melayangkan protes kepadaNya.

Jangan tergesa berburuk sangka. Ikutilah prosesNya. Bukankah IA telah memilih engkau di antara sekian banyak pucuk pohon? Memang, ada rasa sakit ketika kita dicabut dari zona nyaman dan direndahkan. 

Tunggulah beberapa waktu. Engkau akan melihat hasilnya. Pucuk yang kecil dan tak berdaya itu, kini menjadi pohon besar dan rindang di atas gunung yang menjulang tinggi. Engkau akan bersukacita, membungkuk penuh hormat dan syukur kepadaNya.  

Maka segala pohon di ladang akan mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, merendahkan pohon yang tinggi dan meninggikan pohon yang rendah, membuat pohon yang tumbuh menjadi layu kering dan membuat pohon yang layu kering bertaruk kembali. Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan akan membuatnya." (Yehezkiel 17:24)

Sabtu, 13 Juni 2015

Ya atau Tidak

Hari ini Engkau mengajarkan tentang ketegasan dan keteguhan: "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37)

Yang Engkau maksudkan "apa yang lebih daripada itu" adalah kebimbangan - antara ya dan tidak. Orang yang berada dalam situasi bimbang atau ragu, akan mudah sekali disusupi si jahat. Ketika kita tidak tegas dalam mengambil keputusan, si jahat akan menyodorkan berbagai alasan yang memperlemah kita, sampai akhirnya kita memutuskan yang salah. 

Stop keraguan.
Bersikaplah tegas dalam memutuskan dan teguh dalam memegang keputusan.

Rabu, 03 Juni 2015

Titik Kepasrahan Total

Pada saat manusia sepenuhnya sadar akan ketidakberdayaan dirinya, saat itulah ia mencapai titik kepasrahan total.

Di titik kepasrahan total, manusia mengakui ada kuasa lain yang jauh lebih besar di luar dirinya.
Di titik kepasrahan total, manusia mengimani Sang Mahakuasa yang mengendalikan keadaan yang tengah dihadapinya.
Di titik kepasrahan total, manusia mengalami kehadiran dan penyertaan Sang Mahakuasa dalam batinnya.

Titik kepasrahan total adalah titik tertinggi dalam grafik perjalanan iman manusia, bukan titik terendah. Karena pada titik itulah manusia berada paling dekat dengan Tuhan yang diimaninya.