KematianMu di kayu salib adalah pemberian diri yang ikhlas, bukan pengorbanan diri.
Kalau kita memberikan sesuatu kepada orang lain, kita melakukannya dengan hati ringan tanpa merasa terpaksa. Sedangkan kalau kita mengorbankan sesuatu untuk orang lain, ada rasa terpaksa dan berat hati.
Tak ada perkataanMu dalam Injil, yang mengatakan Engkau mengorbankan diri. Malah Engkau berkata, "Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku." (Yohanes 10:17-18)
Karena Engkau memberikan diriMu secara sukarela sebagai tebusan untuk keselamatan umat manusia, Engkau menekuni jalan sengsara dengan rasa damai dan sukacita di dalam hatiMu. Tentu saja rasa sakit fisik akibat cambukan dan torehan paku-paku tajam Engkau rasakan sebagai Anak Manusia, tetapi Engkau memilih untuk diam dalam ketaatan penuh kepada Bapa.
Tepatlah yang digambarkan nabi Yesaya jauh sebelum penyalibanMu, "Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka
mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk
domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak
membuka mulutnya." (Yesaya 53:7)
Meneladan Kristus, marilah kita memberikan diri bukan berkorban, maka jalan salib kehidupan akan terasa ringan.
Jumat, 25 Maret 2016
Rabu, 09 Maret 2016
Matahari yang Tak Terkalahkan
Gerhana matahari total terjadi hari ini. Fenomena alam yang sangat langka setelah 33 tahun silam. Sinar matahari pagi akan sirna tertutup bulan. Tepat pada jam yang diprediksi para ahli terjadi gerhana matahari total, saat lingkaran matahari sepenuhnya ditutupi sang rembulan, ternyata bagian bumi yang mengalami gerhana matahari total tidaklah gelap total. Mengapa? Karena ada korona. Memang, lingkaran matahari tertutup penuh oleh lingkaran bulan, tetapi korona matahari - sinar di sekeliling lingkaran matahari yang tertutup bulan - tetap memancarkan terangnya.
Bersikaplah seperti matahari yang tak terkalahkan, meski bayangan gelap menutupi kita. Senantiasa tinggal bersama Tuhan memampukan kita tetap dapat memancarkan terang. maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang. (Mazmur 139:12)
Senin, 07 Maret 2016
Menyikapi Spotlight
Dari tujuh film yang diunggulkan sebagai film terbaik di ajang Piala Oscar 2016 yang digelar di Dolby Theatre, Hollywood, Los Angeles – Amerika Serikat, pada malam 28 Februari 2016, Spotlight akhirnya terpilih sebagai pemenang. Padahal, film Revenant lebih dijagokan karena sebelumnya film yang membuahkan Leonardo DiCaprio sebagai aktor terbaik ini sudah mengantongi penghargaan sebagai film terbaik di Golden Globe Award dan BAFTA (British Academy Film Awards).
Film Spotlight yang
disutradarai Tom McCarthy menjadi film terbaik Oscar dengan jumlah penghargaan
paling sedikit. Satu penghargaan lagi yang diraih film ini adalah penghargaan
Naskah Asli Terbaik yang ditulis Tom McCarthy dan Josh Singer.
Film berdurasi 2 jam 9 menit yang beredar di Indonesia pertengahan
Februari 2016 ini berkisah tentang penyelidikan oleh empat wartawan The Boston Globe tahun 2002 untuk mengungkap
kasus pelecehan seksual yang dilakukan John Geoghan, pastor di Keuskupan Boston,
Massachusetts, Amerika Serikat.
Saat menerima penghargaan Oscar, Michael
Sugar, produser film Spotlight
berujar, “Film ini menjadi suara bagi para korban. Dan
suara ini kami harap bisa menjadi ‘paduan suara’ yang bisa didengar sampai ke
Vatikan.”
Tanggapan
Paus Fransiskus
Tuduhan pelecehan seksual anak yang melibatkan sejumlah pastor Gereja
Katolik sesungguhnya telah lama bergulir. Namun menurut Dewan Hak Asasi Manusia
(HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), keuskupan tidak mengambil sikap tegas
terhadap kasus-kasus pelecehan seksual yang dilaporkan ke Vatikan sejak 1995.
Pada Desember 2013, Paus Fransiskus membentuk sebuah tim untuk
menyelidiki semua kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilaporkan. Tim
ini bertujuan memberantas kekerasan seksual dan memberi keadilan kepada para
korban.
Setahun sebelum film Spotlight
dibuat, tepatnya pada 11 April 2014, di depan para anggota Biro Anak-Anak
Katolik Internasional, sebuah jejaring organisasi Katolik Perancis yang
melindungi hak-hak anak, Paus Fransiskus meminta maaf kepada mereka yang
dilecehkan secara seksual oleh para pastor. Paus bertekad tak akan mundur dari
upaya keras melindungi anak-anak.
Tiga bulan berselang, pada 7 Juli 2014, Paus Fransiskus menggelar pertemuan pertama dengan para korban kekerasan seksual oleh segelintir pastor. Enam korban dari Irlandia, Inggris, dan Jerman; menghadiri misa pagi di kediaman Paus di Vatikan. Paus mengatakan tidak akan memberi toleransi kepada siapa pun di Gereja Katolik yang melakukan kekerasan terhadap anak-anak.
Tiga bulan berselang, pada 7 Juli 2014, Paus Fransiskus menggelar pertemuan pertama dengan para korban kekerasan seksual oleh segelintir pastor. Enam korban dari Irlandia, Inggris, dan Jerman; menghadiri misa pagi di kediaman Paus di Vatikan. Paus mengatakan tidak akan memberi toleransi kepada siapa pun di Gereja Katolik yang melakukan kekerasan terhadap anak-anak.
Hikmah
bagi Umat Katolik
Menyaksikan Spotlight, menimbulkan berbagai reaksi. Ada yang mengatakan, kita
tidak perlu mengeneralisasi seluruh Gereja Katolik buruk; sebab perbuatan
kekerasan seksual dilakukan oleh oknum pastor, hanya sedikit sekali dari
ratusan ribu pastor di seluruh dunia. Namun, ada pula yang jadi malas beribadah
dan berkurang kepercayaannya kepada institusi Gereja Katolik. Yang lain, tidak
ambil pusing dengan Spotlight. Itu
hanya film, bukankah setiap orang bebas berkreasi dan berinterpretasi?
Satu hal yang menarik, pengumuman Oscar
berlangsung pada awal Minggu Prapaskah ke-3 (28 Februari 2016); sementara di
akhir Minggu Prapaskah ke-3, tepatnya pada 4-5 Maret 2016, umat Katolik seluruh
dunia menanggapi seruan Paus Fransiskus untuk menggelar “Momen 24 Jam untuk
Tuhan.” Pada waktu tersebut, umat Katolik semesta didorong untuk semakin
mengarahkan hidup kepada Tuhan sepanjang waktu dengan bertobat, rekonsiliasi,
peduli, dan berbela rasa.
Suatu kebetulankah? Kedua acara
tersebut, tentu sudah direncanakan jauh hari sebelumnya. Mungkin ada baiknya, hal
ini dipandang sebagai cara Tuhan menyapa umatNya. Dengan rendah hati kita sebagai
umat Katolik mengakui, pada dasarnya semua manusia berdosa dan sangat
membutuhkan pengampunan dari Allah dan sesama.
Selain itu, kita perlu waspada terhadap berbagai
upaya si jahat yang selalu mencari waktu yang baik untuk menggoda manusia (lihat
saja apa yang dilakukan iblis setelah mencobai Yesus di padang gurun – Lukas
4:13). Jangan sampai Spotlight menggerus
iman kita. Betapa pun, Spotlight hanya
sebuah film buatan manusia yang punya berbagai motivasi di baliknya.
Tak perlu ciut hati dengan berbagai
rongrongan terhadap Gereja Katolik. Ingatlah Sabda Yesus saat memilih Paus
pertama, yakni Santo Petrus, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini
Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Matius
16:18). Bahkan alam maut saja tak mampu menguasai Gereja yang senantiasa dilindungi
Yesus Kristus.
Lihatlah sisi positifnya. Kita dapat menyikapi
kemenangan Spotlight di ajang Oscar dengan semakin memurnikan Gereja Katolik. Para
imam berikhtiar menjadi semakin kudus seperti Yesus Kristus. Umat
Katolik beribadah secara benar dan suci, mendukung karya pelayanan
Gereja dengan mendoakan para imam, biarawan, dan biarawati, serta bekerja sama meluaskan Kerajaan Allah.
Jangan
takut terhadap apa yang harus engkau derita!.... Hendaklah engkau setia sampai
mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan (Wahyu 2:10).