Ketika pertama kali salib diletakkan di bahu, siapa yang mau menerimanya dengan rela? Sebagai manusia yang terbiasa dengan kenikmatan hidup, kita tentu akan serta-merta menolaknya. Mengapa, Tuhan...? Mengapa, Kau berikan beban ini kepadaku?
Kita ingin salib ini segera diangkat kembali dari bahu kita, padahal salib itu baru ditumpangkan, kita belum memanggulnya. Tuhan, aku menderita... bersegeralah bebaskan aku... dalam doa-doa yang gencar kita merintih.
Namun, salib itu tak kunjung beralih dari bahu. Pilihannya hanya diam di tempat meratapi salib atau memanggulnya, membawanya bergerak maju walau awalnya langkah terseok-seok.
Jadilah kehendakMu, ya Tuhan... itulah kalimat doa yang sering kita daraskan. Itu pula yang dituntutNya dari kita: kerelaan memanggul salib.
Bersamaan dengan kepasrahan kita memikul salib, perjalanan salib yang semula tertatih-tatih, lama- kelamaan menjadi perjalanan biasa. Salib tak lagi terasa sebagai beban. Yang ada hanya kenikmatan memanggul salib bersamaMu.
(Pesta Salib Suci 14 September)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar