Syair di bawah ini ditulis Santo Yohanes dari Salib di dalam kegelapan penjara tempat ia ditahan dari 2 Desember 1577 sampai Agustus 1578, karena perselisihan yang timbul dengan sebagian rekan biaranya dalam upaya pembaruan Ordo Karmel Tak Berkasut (OCD).
Bagi Santo Yohanes dari Salib, siksaan yang dialami menjadi jalan menuju terang, sekaligus menolong ia menemukan suatu lambang yang menjelaskan situasi rohani banyak orang.
Dalam bait pertama dan kedua dijelaskan hasil pembersihan keindrawian dan pembersihan kerohanian manusia. Dalam keenam bait lainnya, diterangkan secara rinci buah hasil istimewa dari penerangan rohani dan persatuan dengan Allah dalam cinta.
Jiwa menyanyikan bait-bait ini, sesudah ia sampai ke tingkat kesempurnaan, yakni persatuan dengan Allah dalam cinta. Rasa sakit dan sesak yang pernah menekannya, sudah lewat. Itu dialaminya dalam usaha rohaninya di jalan sempit menuju hidup kekal seperti disebut Penyelamat kita dalam Injil (lihat Matius 7:14). Santo Yohanes Salib menyebut jalan sempit itu sebagai malam gelap.
Jalan ini sempit dan hanya sedikit orang yang masuk melaluinya, seperti dikatakan Tuhan sendiri (lihat Matius 7:14). Maka, jiwa merasa beruntung sekali, karena melalui jalan itu ia masuk ke dalam kesempurnaan cinta.
1. Di malam yang gulita
Membara dan merayau kar'na cinta
- betapa beruntung -
Aku tak kelihatan,
Ke luar, dan rumahku sudah tenang.
2. Gelap, tetapi aman,
Lewat tangga yang sepi - samar-samar
- betapa beruntung -
Gelap, tak kelihatan
Sebab rumahku itu sudah tenang.
3. Di malam beruntung 'tu,
Aku sembunyi dan tidak dikenal,
Tidak melihat apa,
Tanpa terang pembimbing
Selain yang membara di hatiku.
4. Ini menuntun aku,
- yang lebih terang daripada siang -
Aku sudah dinanti
Dia yang kukenal baik
Dan tiada orang lain kelihatan.
5. Wahai malam pembimbing
Malam yang jauh melebihi fajar,
Dan yang mempersatukan
Kekasih dan kekasih,
Kekasih berubah jadi kekasih!
6. Dadaku penuh kembang,
yang kusimpan melulu bagi Dia.
Ia tidur tenang.
Dan aku membuai-Nya
di bawah himbauan kedar yang sejuk.
7. Angin sejuk bertiup,
Seraya aku membelai rambut-Nya,
Dan tangan-Nya yang halus
Melukai leherku,
Sampai segala rasa hilang lenyap.
8. Aku lupa, menyerah,
Wajah kusandarkan pada Kekasih;
Tenang; aku menyerah,
Segala susah hilang,
Terlupa di antara bunga bakung.
(Cuplikan dari buku: Malam Gelap, karya Santo Yohanes dari Salib. Penerbit Karmelindo, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar