Setiap orang tentu senang kalau dirinya menjadi juara dalam kompetisi. Rasa bangga menyeruak, merasa diri lebih hebat dari yang lain. Namun sebaliknya, orang merasa bodoh dan malu, saat mengetahui ia tidak menjadi juara. Apalagi jika orang itu mewakili sebuah tim yang menggantungkan harapan kemenangan kepadanya.
Itulah yang terjadi, saat tim-ku menjadi juara paling bawah dalam suatu kompetisi. Keruan saja, aku yang menjadi juru bicara tim menjadi malu dan merasa jadi orang paling bodoh di ruangan itu.
Ketika merefleksikan pengalaman tersebut, timbul pertanyaan dalam hati: mengapa harus menang? Apa yang mau kubuktikan? Bukankah sepatutnya aku senang melihat orang-orang lain meraih keberhasilan?
Juara yang sejati adalah ketika kita bisa mengendalikan diri dan perasaan, dengan legawa menerima kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar