Seseorang berdiri di halte bus. Tiba-tiba sebuah mobil yang rem-nya blong menabrak orang itu hingga wafat. Seseorang lain menjadi korban aksi perampokan, ditusuk dan meninggal. Ada orang yang tampak sehat, tiba-tiba mengalami serangan jantung lalu menghembuskan napas terakhir. Gempa bumi melanda suatu tempat, meruntuhkan bangunan dan menimbun mati penghuninya. Pesawat terbang itu meledak di udara akibat hantaman peluru kendali yang salah sasaran, seluruh penumpangnya tewas.
Sederet cara orang meninggal bisa ditambahkan pada paragraf di atas. Terhadap orang-orang yang meninggal mendadak, kerap muncul pertanyaan: apakah orang yang mengalami kematian seperti itu memang sudah waktunya kembali kepada Sang Pencipta ataukah sebenarnya kematian bisa ditunda?
Dalam kitab Mazmur 139:16 nabi Daud menulis, ".... mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya." Ini berarti hari-hari hidup setiap manusia di dunia sudah ditentukan jangka waktunya. Maka, jika seseorang mengalami kematian mendadak, orang itu memang sudah saatnya pulang kepada Sang Pencipta.
Kematian milik setiap manusia, tak terelakkan. Kita tidak tahu dengan cara bagaimana kita akan mati pada waktu yang telah ditentukan Sang Pencipta. Kalau setiap orang diperkenankan Tuhan untuk memilih, tentu semua
orang akan meminta cara mati yang menyenangkan dan paling sedikit rasa
sakitnya. Tidur nyenyak di malam hari, membuka mata sudah di alam
keabadian. Apalagi kalau Tuhan juga memperkenankan orang yang akan mati
untuk berpamitan dengan keluarga dan handai tolan, lebih dulu memberesi
semua urusannya di dunia.
Kematian mendadak dengan berbagai cara yang tidak mengenakkan di mata manusia, itulah yang sering kali menyebabkan jiwa-jiwa yang belum mau beralih ke dunia lain terpenjara antara dunia fana dan kekal, serta menyisakan duka mendalam bagi mereka yang ditinggalkan.
Mungkin, cara Tuhan memanggil pulang tidak sesuai dengan harapan manusia. Kematian mendadak - mengejutkan kedua pihak: orang yang meninggal belum siap dan belum ingin meninggal, sementara orang yang ditinggalkan belum siap ditinggal pergi selamanya. Dalam situasi ini diperlukan keikhlasan hati. Orang yang meninggal ikhlas melepas segala ikatannya dengan dunia kebendaan, sedangkan orang yang ditinggalkan ikhlas melepas kepergian orang itu ke alam baka.
Kematian tetap menjadi misteri bagi manusia. Tetapi, dengan iman kita meyakini, Kristus telah dibangkitkan Bapa dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Kristus telah membinasakan musuh terakhir manusia, yaitu maut. (lihat 1 Korintus 15:20 dan 26)
Kita semua yang masih tinggal di dunia ini menanti jemputanNya. Nantikan kedatanganNya bukan dengan rasa takut dalam ketidakpastian, melainkan dengan rasa pasrah dalam keyakinan.
KedatanganNya sepatutnya menjadi saat yang membahagiakan bagi setiap orang, karena dapat menatap Tuhan muka dengan muka. Seperti dikatakan Santa Teresa Avila, "Aku ingin melihat Tuhan, dan untuk melihatNya, aku harus mati." Melalui perubahan dari hidup fana ke hidup kekal, terpenuhilah kerinduan jiwa manusia untuk bersatu dengan Penciptanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar