Pepatah mengatakan, di balik kehebatan seorang laki-laki, tentu ada perempuan yang berperan. Agaknya kebenaran pepatah tersebut telah terbukti dari zaman ke zaman, bahkan semasa Yesus Kristus hidup di dunia.
Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan
dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas
murid-Nya bersama-sama dengan Dia dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh
jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang
telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain.
Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka. (Lukas 8:1-3)
Hanya Injil Lukas yang menyinggung tentang keberadaan banyak perempuan dalam rombongan Yesus. Perempuan-perempuan itu mengikuti Yesus terus, setelah mereka disembuhkan dari roh jahat atau berbagai penyakit. Perempuan-perempuan itu melayani rombongan Yesus dengan kekayaan mereka.
Jika hanya sekadar telah disembuhkan dari penyakit atau dikeluarkan roh jahat dari dalam diri mereka, belum tentu perempuan-perempuan tersebut mau mengikuti Yesus terus. Tentu ada pesona tersendiri pada diri Yesus, yang membuat mereka tak bisa lepas dari Yesus.
Ketertarikan fisik, keunggulan Yesus merangkai kata-kata dalam pengajaran dan pembicaraan, kebaikan dan kemurahan hati Yesus,atau daya Ilahi yang terpancar dari Yesus - yang telah membuat perempuan-perempuan itu tak bergeming dari hadapan Yesus?
Santo Lukas tidak merinci lebih jauh bagaimana sikap perempuan-perempuan itu saat berada dalam rombongan Yesus. Apakah di antara mereka ada kecemburuan satu sama lain karena ingin dirinya yang paling dekat dengan Yesus? Adakah intrik-intrik di antara mereka untuk bisa tampil semenarik mungkin, berupaya dengan berbagai cara untuk mengambil hati Yesus?
Bisa saja itu terjadi, kita tidak tahu. Tetapi dengan caraNya sendiri, Yesus tentu akan membawa mereka ke relasi yang lebih indah dan lebih jauh dari sekadar relasi manusiawi. Seiring berjalannya waktu, perempuan-perempuan itu akhirnya paham maksud dan makna sejati dari mengikuti Yesus.
Persahabatan murni di antara dua manusia berjenis kelamin berbeda dapat terjadi, bila masing-masing pihak menyadari posisinya tanpa berusaha menguasai pihak lainnya. Kesadaran ini membuat kedua pihak dapat mengembangkan diri secara positif, bebas dari belenggu relasi duniawi, dan menghantar pada kekudusan kedua pihak.
Persahabatan di antara orang-orang kudus seperti St. Fransiskus Assisi dengan St. Clara Assisi, St. Teresa Avila dengan St. Yohanes Salib, St. Fransiskus de Sales dengan St. Frances de Chantal - merupakan contoh betapa relasi di antara mereka mendorong pada kekudusan satu sama lain.
Bagaimana dengan relasi antara para imam dengan umatnya? Apakah umat secara positif menyokong karya dan pelayanan imam-imam? Atau sebaliknya, umat - dalam hal ini kaum perempuan - malah lebih suka menggoda para imam, menarik mereka ke relasi duniawi ketimbang saling mendoakan dan bersama-sama berkembang menjadi orang-orang kudus?
.... tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. (1 Petrus 1:15-16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar