Sabtu, 10 Maret 2012

Penderitaan sebagai Pemurnian Jiwa


Ketika kita menderita suatu penyakit atau mengalami kecelakaan yang menyebabkan kita sakit, bagaimana kita menyikapi penderitaan fisik itu?

Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka; mereka muak terhadap segala makanan dan mereka sudah sampai pada pintu gerbang maut. Maka berseru-serulah mereka kepada Tuhan dalam kesesakan mereka, dan diselamatkanNya mereka dari kecemasan mereka, disampaikanNya firmanNya dan disembuhkanNya mereka, diluputkanNya mereka dari liang kubur. (Mazmur 107:17-20)

Seperti dikatakan dalam Mazmur di atas, mungkin saja akibat dosa-dosa kita – termasuk kelalaian kita menjaga kesehatan tubuh yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita – membuat kita menjadi sakit. Tetapi janganlah kita kemudian memandang sakit itu sebagai kutukan Tuhan, melainkan suatu karunia.   

Tuhan mempunyai maksud dengan meletakkan penyakit atau rasa sakit pada tubuh kita. Pada saat kita mengalaminya, sering kali kita belum memahami makna di balik penderitaan sakit. Namun, kalau kita bisa mengambil jarak, mengatasi kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan yang kita rasakan; maka kita akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.

Simaklah pengalaman beberapa orang suci ini. Sebelum menyerahkan diri secara total kepada Kristus dan melayani Kristus sepenuh jiwa-raga, mereka mengalami proses pemurnian jiwa melalui sakit – baik sakit yang diderita karena suatu penyakit yang jelas atau tak jelas penyebabnya, maupun sakit karena terluka dalam peperangan.

Santo Fransiskus Assisi menderita sakit berkepanjangan di tahun 1204, setelah itu ia mendapat penglihatan yang menjadi awal pertobatannya. Kedua kaki Santo Ignatius dari Loyola diterjang peluru saat melawan tentara Perancis. Kesakitan dan sekarat, akhirnya ia dapat melewati masa kritis. Pada masa perawatan itu ia membaca buku riwayat hidup Kristus yang menghantarnya pada pengenalan dan cinta akan Kristus.

Santa Teresa Avila setelah menjalani kehidupan di biara selama dua tahun, mengalami sakit berat hingga koma selama empat hari. Setelah sadar, ia menderita lumpuh selama delapan bulan dan sembuh melalui doa kepada Santo Yoseph.

Dalam buku Puri Batin tentang pertumbuhan kehidupan rohani, Santa Teresa Avila menguraikan adanya tujuh ruang dalam batin manusia. Pada ruang batin yang keenam, jiwa mengalami kerinduan sangat dalam akan Allah. Kerinduan itu bisa mengakibatkan penderitaan yang besar. Namun, untuk dapat bersatu dengan Allah, di satu sisi jiwa harus mengalami pemurnian, meskipun di sisi lain memperoleh berkat-berkat luar biasa.  

Menurut Santa Teresa Avila, pencobaan-pencobaan yang dialami jiwa di saat pemurnian bisa bersifat lahiriah semata seperti penyakit jasmani, ditinggalkan sahabat-sahabat, salah mengerti, penganiayaan, kesulitan dengan bapa pengakuan, namun dapat juga berupa pencobaan-pencobaan batin. Penderitaan itu perlu untuk memurnikan jiwa dan mempersiapkan jiwa untuk persatuan dengan Sang Mempelai dalam ruang batin yang ketujuh.

Kalau saat ini Anda sedang menjalani masa perawatan atau pemulihan suatu penyakit atau sakit akibat kecelakaan, pandanglah penderitaan itu sebagai suatu karunia. Suatu cara yang digunakan Tuhan untuk memurnikan jiwa Anda. Tuhan sangat mengasihi Anda, Ia ingin menyatu dengan Anda. Bukalah hati Anda, biarkan Ia masuk dan tinggal di dalamnya.

Melalui penderitaan fisik yang kita alami, Tuhan menebus kita secara pribadi. Kita disapa Tuhan secara personal, bukan massal. Rasa sakit yang kita panggul akan terasa manis sebagai persembahan kasih untuk Tuhan yang telah menyelamatkan kita. Katakanlah dengan penuh cinta kepadaNya: Dimuliakankah Engkau, ya Tuhan Yesus, dalam sehat dan sakitku.     

Selanjutnya, nantikanlah dengan sabar tugas perutusan yang akan diberikanNya.. 

Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman. (2 Timotius 1:9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar