Aku ragu mengupasnya. Mangga harum manis berkulit hijau pasti masih asam. Aku lebih cenderung membuka mangga berkulit kekuningan. Tetapi suara hatiku terus mendesakku untuk lebih dulu mengupas mangga yang berkulit hijau.
Aku ikuti suara hati. Tak disangka, mangga berkulit hijau itu buahnya lebih manis daripada mangga berkulit kekuningan yang aku kupas belakangan.
Dalam keseharian kita, sering kali logika lebih memimpin kita dalam bertindak, ketimbang suara hati. Pengalaman ketika mengupas mangga, membawa refleksi tersendiri. Ternyata, yang dipikirkan manusia berbeda dengan yang diberikan Tuhan. Pilihannya ada pada kita. Satu hal patut diingat selalu: bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Mangga berkulit hijau pun bisa manis isinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar